Negeri Jerapah
Cerita keseharian Bu Mecil beserta perasaannya, dan imajinasinya, dan para rekannya yang aneh-aneh.
Jumat, 11 November 2016
Masnya Gerah? Buka baju aja...
Sebenarnya, kalimat judul itu adalah semacam rewritten "golden" line yang gue dapat dari Whatsapp orang. Maksudnya, chat Whatsapp dia ke gueee.
(Heheh. Ngagetin ya mas-mas londo negro di atas?)
Buat lo, apa sih sebenarnya arti dari aktivitas chatting via aplikasi smartphone? Buat bertukar informasi, berdiskusi, basa-basi, atau sekedar haha hihi? Apapun itu tujuannya, meski di ranah online (nggak terdengar & terlihat orang), gue rasa tetap ada etika nya juga tentang dengan siapa-topik apa-seperti apa frekuensi aktivitas chatting di aplikasi smartphone ini. Hampir mirip seperti komunikasi offline pake mulut, bertatap muka, berkontak fisik yang pasti kita alami sehari-hari.
Gue maklum banget, kalau etika-etika itu luntur alias nggak berlaku ketika komunikasi chatting itu dilakukan ke orang yang benar-benar dekat: keluarga, pasangan, teman akrab, dan sejenisnya. Tapi...kalau nggak dekat lalu nggak mikirin etika saat berkomunikasi online itu, kok rasanya gue "gatel" ya. Gatel yang bawaannya pengen garuk, gitu. Kebetulan kuku gue juga lagi panjang jadi memang agak sedap kayaknya kalo dipake buat ngegaruk orang. :)))))
So, begini intinya, beberapa waktu lalu, nggak ada hujan nggak ada gledek, tiba-tiba rekan kantor lama (rekan ya. gue lebih suka sebut itu karena kalo 'teman' itu ada kesinambungan komunikasi yang..nggak gue temukan di orang tersebut). Dia tiba-tiba aja, di pagi yang sebenarnya indah, mengirim pesan chat ke gue bahwa dia gerah dengan kelakuan temannya. Jujur aja, males banget membalas pesan orang macam begini yang nggak pernah berkabar, nggak pernah berusaha jalin komunikasi setelah pisah kantor, terus tiba-tiba "datang", ngeluh lagi.
Orang ini katanya "Nggak tahan lagi. Udah gerah dengan kelakuan temen gue". Siapa temen gue? Eits. Mau tau aja. :))) Dia mungkin mengkait-kaitkan gue dengan orang yang bikin dia "gerah" itu karena sebelumnya gue pernah ketemu, satu tempat kerja, satu bagian dengan di "makhluk penyebab gerah" tersebut (njir.. penyebab gerah...haha!). Yang nggak dia tau, gue sama sekali nggak akrab dengan makhluk penyebab gerah itu. Jangankan akrab. Ada keinginan buat komunikasi aja nggak. Yah.. lo pasti ngerti lah jenis-jenis spesies kantor itu kayak gimana aja. Mana yang layak jadi temen, mana yang cukup komunikasi soal kerjaan aja, dan mana yang bhaaaay! :))
Balik ke soal curhat mendadak itu, gue tungguin itu chat sampe basi. Setelah tunggu 24 jam, jawaban gue: Eh...ada musang.. (panggil aja musang lah ya), tumben banget negor. Temen siapa nih? Si beruang maksudnya? Dia jawab: Yaiyalah siapa lagi. (See? Dari jawaban balik dia aja udah ngajakin berantem. Seolah gue lah emak si beruang yang bertanggung jawab atas kegerahan dia. ~_~")
Dan gue jawab lagi: Oh, ya kalo gerah ya buka baju lah beroooh.
Dan dia nggak jawab lagi. :)))))))
Entah karena kesel, entah karena takut gue sampein curhatan dia ke "temennya penyebab gerah" itu atau..entahlah. Yang jelas, gue semakin heran aja dengan tipe chat macam jelangkung itu: datang tak dijemput, pulang tak diantar. Nggak pake basa basi, langsung "tembak" ke permasalahan. Nggak pernah kontak, tiba-tiba curhat, dengan pilihan bahasa yang nyebelin pula. Most importantly, the topic is soooo annoying since I personally never befriend with the person he talked about, so it's a sure thing that I don't care about it. Toh ketika masih satu tempat kerja, dia tahu betul kelakuan "makhluk penyebab gerah" itu seperti apa.
Apa gue kedengaran jahat? Lebih jahat mana coba, dengan musang yang melipir ke gue jaman dulu pas lagi resah galau dan memendam amarah (duh lebaynya '-_-), tapi waktu gue ketimpa tangga terus si musang lari, pura-pura nggak ngerti.
Makanya kalo gerah, ya buka baju aja mas. Mandi deh sekalian, trus ambil wudhu, solat, biar energi negatifnya berubah jadi aura positif.
Lastly, (ini general sih, nggak khusus buat hal ini aja), if you don't like where you are, move! You're not a tree! (taken from many..many Pinterest quotes.) Salam perdamaian!
Jakarta, 11 November, 8.26 p.m. Maxx Coffee.
Selasa, 18 Oktober 2016
Humanity in Weasley Family
Kamis, 13 Oktober 2016
Perempuan-Perempuan Itu...
Setengah hari di Rabu minggu lalu, gue yang kebetulan mendapat tugas meliput secara online acara klien kantor, berada di luar. Di luar kantor, maksudnya. Kegiatan liput-meliput secara online ini sebenarnya sudah pernah gue lakukan beberapa kali sebelumnya. Jujur, ini adalah salah satu aktivitas paling menyenangkan buat gue karena definisi "bekerja" tiba-tiba menjadi luas dan menyenangkan.
Khusus hari itu, event klien adalah TechFemme. Talkshow tentang dunia teknologi dengan pembicara leaders cewek untuk menginspirasi anak-anak mahasiswa, terutama yang perempuan. Jujur, gue cukup takjub dengan isi talkshow yang menarik dan disampaikan dengan menarik pula.
Beberapa pembicara perempuan memiliki berbagai posisi penting dan terpenting di perusahaan tempat mereka bernaung masing-masing, yang semuanya berhubungan dengan dunia teknologi. Ada yang pemimpin tertingginya (CEO), ada yang setara head division, ada juga yang memang memiliki usaha itu (semacam owner lah). Sebelum menghadiri acara itu, jauh di dalam hati gue, sebenernya gue sadar pasti ada proses di balik setiap perempuan itu (bahkan yang nggak termasuk ke dalam daftar pembicara) sebelum berhasil menduduki posisi penting mereka kini. Tapi, dengan menghadiri acara tersebut secara langsung, gue makin paham bahwa "real things" have been actually happening to each of them. Bahkan ada salah satu diantaranya yang terang-terangan bercerita ia pernah mengalami masa-masa down (kalau nggak boleh dibilang buruk sih yah) yang begitu dalam. Parahnya, nggak cuma sekali tapi berkali-kali. You know what, cycle of downs ini jelas-jelas ngingetin pada diri gue sendiri yang "batu". Kenapa? Karena kuat dan keras, pernah mengalami berkali-kali masa tidak menyenangkan dalam hidup, masa-masa yang tidak moving sama sekali, masa yang menyeret psikis seseorang untuk terserap lebih dalam ke lubang kemunduran seandainya disikapi dengan lemah juga. Tapi, seperti juga salah satu pembicara yang terang-terangan "curcol" pernah mengalami PHK dan sejenisnya, gue milih untuk terus nyari semua sisi positif di tengah hal-hal negatif yang terjadi. Seriously, cerita mereka sangat menginspirasi.
Sayangnya, karena gue datang ke acara tersebut dengan tujuan live report alias meliput event tersebut secara langsung melalui social media, banyak momen penting ketika pesan-pesan penting terlontar dari mulut mereka, terlewat begitu saja. Gue sih sering menangkap isi pesan mereka, tapi karena fokus gue terbagi-bagi jadi golden lines mereka itu cuma masuk ke short term memory gw. Yang baru juga beberapa menit terus ilang dari "kepala".
Seandainya gue bisa menikmati event itu dengan benar-benar menyimak setiap isinya, pasti inspirasi yang coba dibagi oleh masing-masing pembicara akan jauh lebih gue resapi. Seandainya.
Ada beberapa pesan penting yang masih gue ingat meski justru gue sedikit lupa siapa yang mengeluarkan kalimat-kalimat itu.
1. We're all gonna die. Find yourself to know what makes you comfortable, what you really want. Just relax and enjoy.
2. Setiap orang punya jalan karirnya masing-masing. Kamu nggak bisa ngikutin persis jalan sukses seseorang kalo kamu ingin sesukses dia.
3. Jangan anggap perempuan yang melakukan hal hebat dan menduduki posisi hebat itu hal yang luar biasa karena hal itu wajar-wajar saja. (Maksudnya..perempuan itu emang dari sononya udah hebat. Gausah lebay mandang perempuan yg jagonya minta ampun-Red)
4. If you think you know what real life is, you don't. (Yg ini diucapin seorang leader muda Gojek yg imut tapi pinteeer banget. Dia ngomong ke para dede mahasiswa yang nonton)
5. Setiap beberapa bulan sekali saya memikirkan ulang, adakah yang nggak seimbang dari hidup saya, entah saya kurang menghabiskan waktu di kehidupan pribadi atau sebaliknya. (Kata seorang petinggi sebuah perusahaan teknologi raksasa yang ternyata seorang single parent)
Very pretty, huh? Ketika orang berhasil ngatasin berbagai guncangan hidupnya, bangkit, miracle happens. Meski kata "bangkit" itu sebenernya ya gak segampang itu juga. Hanya yang "batu" yang bisa bangkit.
Karena guncangan itu pasti ada, dan menjadi hancur itu hanya pilihan, bukan kepastian.
What do you think?
Selasa, 23 Agustus 2016
Ketika Jakarta Lupa Macet
Semua sudah menandai hari
Karena bisa jadi itu berarti
Minggu pagi telah tiba lagi,
Masa ketika sebuah kawasan bebas kendaraan.
Lalu kamu..aku..bebas berlari pagi, meski dengan langit yang tetap abu-abu teracuni.
Ketika Jakarta lupa ia harus macet
Takbir berkumandang seminggu lamanya
Lalu banyak manusia berpesta ria. Merayakan Lebaran, katanya.
Sebagian warga pergi jauh-jauh.
Melupakan Jakarta yang hanya jadi peraduan nasib semata.
Ketika Jakarta lupa ia wajib macet
Turun hujan di tengah hari terik
Airnya berwarna warni, bisa ditelan untuk yang terlalu kehausan,
Lalu pelangi akan tersibak menyertai
Tidak mejikuhibiniu, tapi serba ungu, abu, hitam kelabu.
Ketika Jakarta lupa macet
Aku membuka mata dari sergapan ngantuk
Lalu mengintip ke jendela taksi, sudah sampai dimana sekarang ini?
Ah, rupanya masih 2kilometer menjauhi titik berangkat.
Padahal mimpiku tadi sudah panjang dan lengkap.
Dengan bosan, aku kembali menguap.
Tidak lupa kupesan pak supir berseragam biru: "Pak, kalo udah sampe bilang ya!"
(Malam di Jakarta, 15 September, 08.42 WIB)
Mengecilkan Makna Perpisahan
Tepat ketika saya mengetik tulisan ini, baru kemarin malam ada (lagi) seorang rekan sekantor, yang meski tidak dalam satu tim, berpamitan di hari kerja terakhirnya.