Selasa, 23 Agustus 2016

Ketika Jakarta Lupa Macet

Ketika Jakarta lupa macet,
Semua sudah menandai hari
Karena bisa jadi itu berarti
Minggu pagi telah tiba lagi,
Masa ketika sebuah kawasan bebas kendaraan.
Lalu kamu..aku..bebas berlari pagi, meski dengan langit yang tetap abu-abu teracuni.

Ketika Jakarta lupa ia harus macet
Takbir berkumandang seminggu lamanya
Lalu banyak manusia berpesta ria. Merayakan Lebaran, katanya.
Sebagian warga pergi jauh-jauh.
Melupakan Jakarta yang hanya jadi peraduan nasib semata.

Ketika Jakarta lupa ia wajib macet
Turun hujan di tengah hari terik
Airnya berwarna warni, bisa ditelan untuk yang terlalu kehausan,
Lalu pelangi akan tersibak menyertai
Tidak mejikuhibiniu, tapi serba ungu, abu, hitam kelabu.

Ketika Jakarta lupa macet
Aku membuka mata dari sergapan ngantuk
Lalu mengintip ke jendela taksi, sudah sampai dimana sekarang ini?

Ah, rupanya masih 2kilometer menjauhi titik berangkat.
Padahal mimpiku tadi sudah panjang dan lengkap.
Dengan bosan, aku kembali menguap.

Tidak lupa kupesan pak supir berseragam biru: "Pak, kalo udah sampe bilang ya!"



(Malam di Jakarta, 15 September, 08.42 WIB)


Tidak ada komentar: