Kamis, 07 Agustus 2014

ketika semua harus kembali ke "letting go"


Pada lebaran minggu lalu saya menjalankan ibadah Salat Id di sebuah  masjid yang cukup dikenal di Depok: Kubah Emas. Keterlambatan kami sekeluarga saat berangkat ke masjid tersebut, ditambah banyaknya jamaah yang sama-sama hendak bersembahyang di Kubah Emas "memaksa" kami sekeluarga untuk akhirnya salat di luar bangunan masjid, bahkan diluar pagar.

Alhamdulillah, meski spot kami solat bukanlah lokasi nyaman (solat di atas jalan, tanpa alas koran), saya akhirnya bisa menikmati ceramah yang dilakukan seusai salat tersebut. Sebenarnya latar cerita tentang tema "maaf" di pagi itu bukanlah sesuatu yang baru buat saya. Tentang didatanginya seorang yang sakit oleh Rasulullah saw, meski orang yang sedang sakit itulah yang semasa sehat sering melempari Rasulullah saw dengan kotoran setiap kali beliau lewat di depan rumahnya. Sebegitu buruknya perlakuan si sakit kepada Rasulullah namun tetap dibalas dengan perlakuan sangat baik. Sebegitu ringannya Rasulullah memperlakukan orang lain yang tidak pernah memperlakukannya dengan baik, secara sangat baik.

Masih melanjutkan tema "maaf" di atas, mungkin dari cerita tentang Nabi itu sebagian dari lo akan berkata "ya jelas lah, dia kan nabi. kita cuma manusia". Oh ya, memang kita cuma manusia. Tapi, bukankah nabi pun bukan malaikat? Mereka diutus Yang Maha Kuasa untuk menjadi manusia teladan bagi manusia-manusia lain pada zamannya. Dan, Nabi terakhir yang saya dan umat agama saya percayai adalah Muhammad. Maka, apa yang ia alami berikut cara dia mengatasinya adalah "pedoman" bagi manusia di zaman kita: memaafkan.

Kembali ke Salat Id pagi itu, saat ceramah berlangsung, saya entah kenapa justru mengingat orang lain yang nggak saya sangka akan diingat. Dia sebenarnya bukanlah penjahat, begitupun bukan pelaku kejahatan bagi saya. Masalahnya, sampai di hari itu saya masih merasa belum "ikhlas" dengan apa yang telah ia lakukan pada saya. Saya merasa dia bagaimanapun sudah salah, dan sayalah korbannya. Benarkah kenyataannya demikian?

Pada dasarnya, setiap "kesialan" yang kita alami bersumber dari diri sendiri. Karena, setiap jengkal langkah kita nggak akan mengantarkan kita ke tujuan kalau hati nggak pernah ingin ke sana, juga kalau otak tak pernah menginginkannya. Nah, begitupun dengan orang yang saya anggap sudah "menyakiti" saya tersebut. Jika saya nggak pernah mengizinkan itu terjadi, tidak pernah memberi celah agar kekeliruan terjadi, jika saya benar-benar tidak pernah memikirkannya, maka segala "kesialan" itu juga nggak akan pernah saya alami. Sayalah penyebab kesedihan itu terjadi. Sedangkan, orang tersebut, meski salah tapi bukan penjahat. Ia melakukannya dengan alasan logis, dan ia sangat layak dimaafkan. Dan, ketika saya sudah secara ikhlas memaafkannya, frasa "letting go" itu benar-benar sudah terwujud. Letting go. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu, maafkan yang sudah "menyakiti"mu, jadikan kesalahanmu sebagai sumber pembelajaran, dan lanjutkan hidup sebaik mungkin. Apa? Nggak gampang? Ya iyalah. Saya kan nggak pernah bilang "letting go" itu mudah. Tapi saya ingin menegaskan (juga mengingatkan ke diri sendiri), bahwa usaha kita untuk bisa "letting go" sepenuh hati akan menghasilkan sesuatu yang juga sangat memuaskan, sangat melegakan yaitu ringannya hati. Hati yang ringan akan menjauhkan siapapun dari kesedihan dan "mengontrak" lama-lama kebahagiaan. Nggak ada satu pun orang di dunia ini yang nggak mau bahagia, kan?

Saya sejauh ini sudah menganggap apa yang pernah terjadi antara saya dan orang tersebut hanyalah bagian masa lalu yang karenanya tidak perlu "dilibatkan" lagi ke masa kini dan masa depan kita. Lagipula, kalau memang orang tersebut sebegitu berharganya untuk dipikirkan, seharusnya ia tidak menyakiti kita, seharusnya ia lebih mempertimbangkan perasaan kita. Come on..ruang hati kita jelas nggak layak diberikan ke orang yang nggak pantas memilikinya. Berikan hati dan pikiran hanya pada mereka yang juga melakukan hal yang sama pada kita. Saya dan, ya, kamu juga. Masing-masing manusia terlalu berharga untuk disakiti dengan cara apapun, kan?

Selamat "melepaskan pergi" kejelekan-kejelekan masa lalu kamu, teman. :)

Tidak ada komentar: